Ayat-Ayat Sedekah

BAB I PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Maha suci allah yang telah menurunkan al-quran sebagai pedoman umat islam. Di dalamnya telah diatur segala urusan, baik tentang muamalah, ubudiyah, akidah, dan lain sebagainya. Alquran adalah kitab suci yang benar-benar komprehensif, serasi, dan penuh dengan keajaiban-keajaiban.

Salah satu yang detail diterangkan oleh alquran adalah ubudiyah. Ubudiyah ada yang sifatnya individual dan sosial. Individual misal seperti solat, zakat, haji, dan lain sebagainya. Ibadah sosial missal zakat, sodaqoh, dan lain sebagainya. Dalam tatanan masayarakat ibadah sosial memiliki lebih banyak manfaat dari pada ibadah yabg sifat individual, karena kemanfaatannya memang bisa di rasakan oleh orang lain. Maka dalam kaidah hukum islam ibadah sosial lebih memiliki banyak pahala dari pada ibadah yang sifatnya individu.

Salah satu ibadah sosial yang diterangkan oleh alquran adalah sodaqoh. Ada beberapa ayat yang secara khusus dan jelas menerangkan tentang keutamaan sodaqoh. Alquran memang cukup memperhatikan tentang sodaqoh, karena memang ia adalah sesuatu yang urgen dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun keagamaan. Dengannya akan sangat mungkin terjadi adanya keseimbangan antara si miskin dengan si kaya. Sodaqoh pula memberikan nafas pada penyiaran agama islam secara terus menerus.

Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas  ayat 92 dari surat Ali Imron yang membahas tentang sodaqoh, serta bagaimana pendapat ulama terhadap ayat tersebut. Disini juga akan coba diterangakan pengertian dari sedekah dan juga beberapa manfaat dan kenikmatannya. Semoga menjdi khazanah yang baik bagi keilmuan kita dan menumbuhkan sifat rasa berbagi kita terhadap sesama.

I.II. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka dapat ditarik rumusan masalah yang kira-kira akan dibahas dalam makalah ini, agar pembahasannya jadi efektif dan efisien.

  1. Pengertian sodaqoh
  2. Penafsiran ayat 92 surat Ali Imron dan ayat-ayat yang berubungan
  3. Manfaat dan nikmat sodaqoh

BAB II PEMBAHASAN

II.I. Pengertian Sodaqoh

Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dengan mengharap ridha Allah semata.[1] Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah. Pengertian sodaqoh ini memeng agak berbeda dengan pengertian hadiah dan hibah, karena memang  tujuannya berbeda walau dalam implementasinya hampir mirip. Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji atau dianggap dermawan dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan apalagi menyakiti hati si penerima.

Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya. Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW. :

تَبَسُّمُكَ فِىوَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ (رواهالبخارى)

“Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah” (HR. Bukhari).

II.II. Ayat-ayat Sodaqoh

  1. لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, sebelum kamu kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, allah maha mengetahui. (ali imron, 92)[2]

Pada ayat di atas, Allah SWT. meletakkan suatu kaidah yang sangat penting sekali dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa manusia tidak akan mendapat kebahagiaan dan keberhasilan dalam kehidupannya biak sewaktu di dunia maupun di akhirat kelak, kecuali ia mau mengorbankan apa yang dicintainya demi kehidupan manusia itu sendiri. Allah memberikan sayarat bagi setiap manusia yang ingin mendapat kebaikan untuk terlebih dahulu memberikan sesuatu yang dicintainya kepada orang lain, yaitu dengan bersedekah.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ayat ini bermaksud untuk mendorong dengan kuat agar melakukan sedekah, baik wajib maupun sunnah. Hal itu ditunjukkan dengan adanya lafal “mimma tuhibbun” yang berarti sangat menekankan. Diriwayatkan dari umar bin abdul aziz bahwa dia membeli gula lalu menginfakkannya, kemudian dia ditanya, “kenapa tidak kamu sedekahkan seperdelapan?” Dia menjwab, “tidak, aku sangat suka gula, maka aku ingin menyedekahkannya”.[3]

Kemudian lafal Al-birru dalam ayat di atas memiliki beberapa pengertian. Imam nawawi albantani mengatakan dalam kitabnya “muroh labid” bahwa al-birru disitu adalah bermakna surga dan pahala, sedang sesuatu yang di sedekahkan meliputi harta, perbuatan, pangkat, dan badan. Semua itu dapat dijadiakan sebagai alat untuk mendapatkan al-birru manakala dipergunakan untuk kepentingan membantu manusia dan taat kepada allah.[4] Sedang al-birru oleh Quraisy sihab dikatakan bermakna “keluasan dalam kebajikan”, ia satu akar denga kata al-barru yang berarti daratan karena luasnya. Berarti al-birru adalah kebajikan yang memcakup segala hal termasuk berkayakinan yang benar, niat yang tulus, dan tentunya menginfakkan harta dijalan allah.[5]

Dalam jumlah dari ayat tersebut juga disebutkan bahwa allah hanya akan membalas sesuai dengan esensi dari sedekah itu sendiri, apakah memang untuk allah atau hanya sekedar untuk pamer dan mengharap pujian dari manusia. Jadi secara kasat mata  harat, perbuatan, pangkat, dan badannya diperuntukkan kepentingan yang baik, tapi pada hakikatnya sangat mungkin berbeda. Maka allah mewanti-wanti bahwa allah mengetahuai apa yang kamu sedekahkan.[6]

Tapi tentu ayat tersebut memiliki hubungan dengan ayat-ayat lain agar ide sedekah benar-benar menjadi jelas. Missal dengan ayat sebelumnya yang membahas tentang seseorang yang mati dalam kekufuran maka tidak akan berguna dan diterima nafkahnya untuk menampik siksa yang akan di terimanya. Maka setelah allah menerangkan hal yang demikian, kemudian allah menjelaskan kapan dan bagaimana sedekah bisa bermanfaat dengan mengemukakan ayat di atas, yaitu ketika yang dinafkahkan adalah harta yang disukai. Walaupun attobattobai mengatakan bahwa ayat diatas tidak memiliki hubungan yang jelas dengan ayat sebelumnya, dan oleh beliau ayat di atas masih ditujukan untuk mengecam bani israil yang sangat memperhatikan dan mencintai kehidupan dunia dan harta sehingga mengabaikan tuntutan agama.[7]

Dan juga meliki hubungan dengan ayat-ayat selain dalam surat ali imron tapi mamiliki kesamaan tema, seperti ayat 261-264 dari surat albaqoroh,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ# الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ# قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ#يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ#

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkainya da seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki, dan allah maha luas dan maha mengetahui. #Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. #Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Alloh Maha Kaya lagi Maha Penyantun. #Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dang menyakiti (perasaan penerima) seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya ( pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang diatasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh suatu apapun dari apa yang mereka kerjakan. Dan allal tidak membari petunjuk pada ornag-orang kafir. (al-baqoroh, 261-264).[8]

Jadi jika ayat 92 dari ali imron menerangkan tentang konsep dasar untuk mendapatkan kabaikan dan surga, yaitu dengan menginfakkan harta yang di suka, ayat albaqoroh ini menjelaskan tentang teknis, syarat dan ketentuan, serta prosedur ilahi bagaimana kebajikan yang luas atau surga itu diiliustrasikan.

Dalam ayat yang pertama allah mendiskripsikan “albirru” yang merupakan konsekuensi dari bersedekah, yaitu dilipatgandakan pahalanya sebanyak 700 kali. Imam nawawi albantani menafsiri ayat tersebut bahwasanya seorang disifati seperti biji yang miliki 700 hasil adalah mereka yang memang menginfakkan hartanya dijalan allah, baik infak tersebut dalam tatanan perintah wajib maupun dalam derajat sunnah. Dalam ayat tersebut juga masih ada kelonggaran untuk pelipat-gandaan melebihi dari 700, tapi hal tersebut terserah allah. Akan tetapi yang jelas akan memperhatikan hal paling urgen dan menentukan dalam amal ibadah, yaitu rasa ikhlas. Maka ada kaidah bahwa kadar pahala dari sebuah perbuatan itu mamperhatikan tingkatan dari perbuatan tersebut.[9]

Akan tetapi para mufassir sepakat, kecuali as-sadiy, bahwa pelipat gandaan mencapai 700 itu ketika alokasi sedekah memang untuk jihad. Adapun sedekah dalam selain jihad pelipat gandaannya hanya mencapai sepuluh kali lipat. Seperti firman allah, مَن جَآءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا [الأنعام : 160]. Adapaun faidah penggunaan lafal “tujuh” dalam ayat tersebut adalah bahwa tujuh itu merupakan bilangan yang paling baik. Seperti diriwayatkan dari ibnu abbas, belau berkata bahwa hamper semua hal di itu berjumlah tujuh. Langit tujuh, bumi tujuh, bintang tujuh, hari dalam seminggu tujuh, dan anggota yang digunakan untuk bersujud juga tujuh.[10]

Kemudian ayat selanjutnya, yaitu ayat 262 dan 264 menjelaskan tentang procedural bagaimana sedekah yang benar-benar sedekah, yang pahalanya ditanggung allah dan tentunya sebagai modal untuk di surga, yaitu bersedekah dengan tanpa diiringi riya kepada manusia, kekufuran, dan “manna” serta “adza” kapada penerima –peminta- sedekah. Jadi kedua ayat ini sebagai syarat dan ketentuan untuk sedekah dikonversi sebagai “albirru”. Seperti halnya dalam konteks provider telepon seluler, sedekah jika syarat dan ketentuannya tidak dipenuhi maka sesuatu yang dijanjikan akan menguap begitu saja. Oleh allah hal yang demikian itu di ibaratkan sebagai batu yang penuh debu lalu terkena hujan yang lebat, maka debu akan hilang tak tersisa.

Seperti diterangkan di awal pembahasan, sebagai munasabah dari ayat 92 surat ali imron, sedekah tidak akan berguna dan diterima jika dibarengi dengan sifat kufur, bahkan jika sedekah tersebut berupa emas sebesar bumi. Terlebih dalam doktrin islam keimanan merupakan hal yang yang urgen dalam setiap amal ibadah. Ia merupakan syarat utama sahnya sebuah ibadah.

Selanjutnya An-nawawi memaknai manna adalah suatu perbuatan menghitung-hitung dang menganggapnya sebagai sesuatu yang besar di hadapan orang yang menerima sedekah. Sedangkan adzaa adalah perbuatan menyakiti terhadap penerima sedekah baik dengan perkataan, doa, dan lain sebagainya. Tapi sebagian ulama ada yang memaknai bahwa manna adalah sebuah bentuk sifat ‘ujub terhadap Allah, sedangankan adzaa adalah menyakiti terhadap penerima sedekah.[11]

Lalu ayat 263 sebagai solusi bagi mereka yang memang miliki potensi melakukan sifat-sifat tercela seperti di atas –kecuali kufur, karena dia syarat mutlak untuk sebuah amal-. “qoulun ma’rufun wa magfirotun” yang meliputi perkataan yang baik, menolak secara halus, mendoakan agar peminta diberi kelapangan, dan menutupi kejelekan-kejelekannya, dianggap lebih baih dari sedekah yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan karena sedekah yang seperti itu tidak lebih dari kehilangan harta dan pahala saja.[12]

Kalau konsep di atas dilihat secara kemprehensif, allbirru yang menurut saya di ilustrasikan oleh allah dengan pelipatgandaan yang sedemikian banyak dan bermuara pada surga (mengikuti pendapat annawawi) yang merupakan konsekuensi dari sedekah adalah sesuatu yang sulit tapi mudah. Sulit karena memang harus benar-benar tulus untuk allah serta tidak di iringi dengan seuatu yang membatalkan pahalanya, dan riskan karena jika syarat dan ketentuan tak terpenuhi berarti akan kehilangan 2 hal penting, yaitu harta dan pahala. Mudah karena media sedekah tak mesti materi, tapi bisa juga badan, kedudukan, dan perbuatan, yang dalam persepsi nafsu tidak begitu memberatkan. Kecuali jika sedekah tersebut dalam konteks sedekah wajib, maka ia harus dengan harta benda sesuai tuntunan agama.

II.III. Nikmat Shodaqoh

Selain memiliki konsekuensi yang demikian wah, jika dilakukan sesuai dengan prosedor yang ditentukan, sedekan juga memiliki kenikmatan bagi pelakunya, antara lain:

v  Menghapus kesalahan

v  Mencegah marahnya Allah

v  Menutup 70 pintu keburukan, dll.[13]

II.IV. Kesimpulan

Sedekah memang sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik secara individual karena ia menyimpan beberapa manfaat yang kembali pada diri sendiri, maupun secara sosial karena manfaatnya bisa dirasakan oleh sesama. Sedekah juga menempati posisi yang urgen dalam keberagamaan dan kemasyarakatan umat islam, karena ia adalah salah satu usaha untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan dan mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin.

Dalam alquran sendiri ada beberapa ayat yang secara jelas menerangkan tentang sedekah, salah satunya dalam surat ali imron ayat  92. Dalam ayat ini keberadaan sedekah bisa sebagai proses bagi manusia untuk memperoleh kebaikan yang sempurna, oleh An-Nawawi banten di katakan sebagai surga. Dan dalam surat albaqoroh ayat 261-264, berhubungan dengan ayat yang pertama dalam hal  procedural, teknis, dan syarat dan ketentuan, agar sedekah benar-benar jadi proses yang membawa kemanfaatan, tak hanya membuang uang tanpa mendapatkan apa-apa kecuali penyesalan. Ayat yang pertama sebagai konsep dasar tentang sedekah dan konsekuensinya.

Selain itu sedekah juga menyimpan beberapa keistimewaan, antara lain:

v  Menghapus kesalahan

v  Mencegah marahnya Allah

v  Menutup 70 pintu keburukan, dll.

III. PENUTUP

Demikian makalah saya sajikan, semoga memberikan manfat bagi kehidupan kita. Dan saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saya mengharapkan saran dan kritik untuk terwujudnya pemahaman yang baik tentang sedekah. Terima kasih.


[1] حاشية الدسوقي على الشرح الكبير

المؤلف : محمد بن أحمد الدسوقي (المتوفى : 1230هـ)

[2] Alquran terjemah departeman agama RI.

[3] تفسير القرآن العظيم المنسوب للإمام الطبراني

المؤلف : أبو القاسم سليمان بن أحمد بن أيوب بن مطير اللخمي الشامي الطبراني

[4] مراح لبيد لكشف معنى القرآن مجي

[5] Tafsir misbah jus 2 hal 152

[6]  مراح لبيد لكشف معنى القرآن مجيد

[7] Tafsir misbah jus 2 hal 151-152

[8] Alquran terjemah departeman agama RI.

[9] مراح لبيد لكشف معنى القرآن مجيد

[10] تفسير القرآن العظيم المنسوب للإمام الطبراني

المؤلف : أبو القاسم سليمان بن أحمد بن أيوب بن مطير اللخمي الشامي الطبران

[11] مراح لبيد لكشف معنى القرآن مجيد

[12]المؤلف : أبو القاسم سليمان بن أحمد بن أيوب بن مطير اللخمي الشامي الطبراني تفسير القرآن العظيم المنسوب للإمام الطبراني

[13] Ihya ulumiddin, juz 1

Ikrar Seorang Hamba.

Termenung, itu lah yang kurasakan sekarang. Mereka telah jauh meninggalkanku, sedangkan aku masih saja terpaku tak berdaya seperti ini. Memang ini salahku, tapi tak sepenuhnya. Ada Tuhan dibalik semua. Tapi bagaimanapun aku tak boleh dan tak mungkin menyalahkan Tuhan, betapa Dia telah memberiku segalanya. Iya, segalnya, tanpa terkecuali. Lalu siapa yang salah? dengan sangat sadar aku berkeyakinan nafsuku sendiri, yang telah menutup hati ini dari segala pemberian-NYA.

Maka dengan ini aku berusaha merubah segalanya, merubah segala yang kudapatkan dan kujumpai menjadi hal menarik. Mulai sekarang aku akan selalu percaya bahwa aku adalah manusia yang harus bergerak, yang pasti hanya menemui hal-hal yang bersifat oposisi biner dan semua itu menjadi hal indah tengantung bagaimana aku menyikapinya.

Semoga menjadi awal yang baik untuk keyakinanku untuk selalu berbagi, apapun. Bagaimanapun aku adalah kholifah yang harus bermanfaat bagi siapapun, dimanapun.

Tuhan aku kembali, jadikanlah aku benar-benar hambamu dan bisa menghamba, dan jadikanlah hari-hariku terakhir dalam ingatanku.